top of page
Search
Writer's pictureMerdeka Secretariat

Statement on the 61st West Papua Flag Raising Day

Updated: Dec 1, 2022



December 1, 2022


The Merdeka West Papua Support Network and the Indonesian People’s Front for West Papua (FRI-WP), with West Papua support groups and advocates around the world, come together on this historic day of December 1st to express our strong solidarity with the struggle of West Papua for self-determination and liberation.


On December 1, 1961, the Morning Star Flag was raised for the first time as West Papua’s national flag. That day marked the beginnings of West Papua as a sovereign state with its own national flag, anthem, and state seal. A few weeks later, the Sukarno Administration launched the Tri Komando Rakyat (Operation TRIKORA) to thwart the creation of what it deemed a Dutch puppet state.


Although TRIKORA was declared with the intent to defend the independence and unity of the newly-liberated Indonesian state, it had later led to serve US imperialist interests who had become an ally to the succeeding Suharto Regime – notorious for its brutal pacification of both Indonesian and Papuan people’s movements. It was also under Suharto that the sham UN plebiscite ironically called the “Act of Free Choice” (1969) was carried out and officially annexed West Papua into Indonesia and the former underwent several changes in its name.


Today, the region has been further divided into five provinces namely: Papua, West Papua, South Papua, Central Papua, and the Papua Central Highlands. These changes in its political and administrative structures, all under the framework of the so-called Special Autonomy, entails the necessity to establish state apparatuses per division, including military posts, in what is already the most militarized and conflict-ridden region of Indonesia.


As fascism and militarism abound in Southeast Asia, people’s movements for self-determination also continue to gain momentum and international attention. However, the occupation of West Papua remains one of the lesser-known struggles in the region, even within Indonesia, largely due to the state’s massive disinformation and vilification of the people’s resistance, alongside repression of media and free speech.


Indonesia’s long-promised UN human rights visit to West Papua is yet to happen while human rights violations continue to pile up unresolved. Raising, or mere possession of, West Papua’s Morning Star Flag is criminalized, and dozens of activists have been targeted for participating in actions that raise the calls for self-determination.


One of the most recent issues that shook the West Papuan movement is the death of renowned activist and former political prisoner, Filep Karma, who was suddenly found dead on a beach last 1st of November. During his funeral march, Morning Star Flags were also raised as tribute to the fallen hero.


On the 61st anniversary of this historic Flag Raising day, we reaffirm our steadfast support for West Papua along the calls to respect human rights, including the right to self-determination. The demand for self-determination is intertwined with the aspirations for environmental and climate justice, genuine inclusivity and anti-racism, sustainable development, and women’s liberation among others. Lasting peace can only be achieved with just resolutions that address the long-standing exploitation of Papua’s resources and oppression of its people.


We invite fellow supporters and allies to listen and learn from the movements on the ground to raise our understanding of the issues that we advocate for. To our brothers and sisters in Southeast Asia, let our shared struggles unite us and let us not forget those like West Papua which are deliberately hidden from the rest of the world. To the people of West Papua, our solidarity goes out to you on this important day and until West Papua is free!




Reference Contact:


Deewa Dela Cruz

Secretariat Coordinator, Merdeka West Papua Support Network


Surya Anta Ginting

Spokesperson, Indonesian People's Front for West Papua (FRI-WP)

+62 887-1398-302


Join us in a zoom discussion on December 3 about the self-determination struggles in Southeast Asia!


 

Pernyataan pada

Hari Pengibaran Bendera Bintang Kejora ke-61


01 Desember 2022


Jaringan Dukungan Papua Merdeka dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), dengan kelompok pendukung dan advokat Papua di seluruh dunia, berkumpul pada hari bersejarah 1 Desember ini untuk mengungkapkan solidaritas kuat kami dengan perjuangan Papua untuk penentuan nasib sendiri dan pembebasan.


Pada tanggal 1 Desember 1961, Bendera Bintang Kejora dikibarkan untuk pertama kalinya sebagai bendera kebangsaan Papua Barat. Hari itu menandai dimulainya Papua Barat sebagai negara berdaulat dengan bendera nasional, lagu kebangsaan, dan stempel negaranya sendiri. Beberapa minggu kemudian, Pemerintahan Sukarno meluncurkan Tri Komando Rakyat (Operasi TRIKORA) untuk menggagalkan pembentukan negara boneka Belanda.


Meskipun TRIKORA dideklarasikan dengan maksud untuk mempertahankan kemerdekaan dan persatuan negara Indonesia yang baru merdeka, hal itu kemudian mengarah untuk melayani kepentingan imperialis AS yang telah menjadi sekutu Rezim Suharto penerus yang terkenal karena pengamanannya yang brutal terhadap gerakan rakyat Indonesia dan Papua. Juga di bawah Suharto plebisit PBB palsu yang ironisnya disebut “Act of Free Choice” (1969) dilakukan. Ini secara resmi menganeksasi Papua Barat ke Indonesia mengalami beberapa perubahan namanya. Saat ini, wilayah tersebut telah dibagi lagi menjadi lima provinsi yaitu: Papua, Papua Barat, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.


Perubahan dalam struktur politik dan administrasi ini, semuanya di bawah kerangka Otonomi Khusus (Otsus), memerlukan pembentukan aparatur negara per divisi, termasuk pos-pos militer, di wilayah Indonesia yang sudah paling termiliterisasi dan paling berkonflik.


Seiring maraknya fasisme dan militerisme di Asia Tenggara, gerakan rakyat untuk penentuan nasib sendiri juga terus mendapatkan momentum dan perhatian internasional. Namun, pendudukan Papua tetap menjadi salah satu perjuangan yang kurang dikenal di wilayah tersebut, bahkan di Indonesia, sebagian besar disebabkan oleh disinformasi besar-besaran dan fitnah terhadap perlawanan rakyat, di samping represi media dan kebebasan berbicara.


Kunjungan hak asasi manusia PBB yang telah lama dijanjikan Indonesia ke Papua Barat belum terjadi sementara pelanggaran hak asasi manusia terus menumpuk dan belum terselesaikan. Mengibarkan, atau hanya memiliki, Bendera Bintang Kejora dikriminalisasi, dan puluhan aktivis menjadi sasaran karena berpartisipasi dalam aksi yang menyerukan penentuan nasib sendiri.


Salah satu isu terkini yang mengguncang gerakan Papua Barat adalah kematian aktivis dan mantan tahanan politik ternama, Filep Karma, yang ditemukan tewas mendadak di sebuah pantai pada 1 November lalu. Selama pawai pemakamannya, Bendera Bintang Kejora juga dikibarkan sebagai penghormatan kepada pahlawan yang gugur.


Pada peringatan ke-61 hari Pengibaran Bendera yang bersejarah ini, kami menegaskan kembali dukungan teguh kami untuk Papua Barat seiring seruan untuk menghormati hak asasi manusia, termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri. Tuntutan penentuan nasib sendiri terkait dengan aspirasi untuk keadilan lingkungan dan iklim, inklusivitas sejati dan anti-rasisme, pembangunan berkelanjutan, dan pembebasan perempuan. Perdamaian abadi hanya dapat dicapai dengan resolusi yang adil yang mengatasi eksploitasi sumber daya Papua yang telah berlangsung lama dan penindasan terhadap rakyatnya.


Kami mengundang sesama pendukung dan sekutu untuk mendengarkan dan belajar dari gerakan di lapangan untuk meningkatkan pemahaman tentang isu-isu yang kita advokasi. Kepada saudara dan saudari di Asia Tenggara, biarkan perjuangan kita bersama menyatukan kita dan jangan lupakan perjuangan-perjuangan seperti Papua Barat yang sengaja disembunyikan dari seluruh dunia. Kepada rakyat Papua, solidaritas kami sampaikan kepada Anda di hari penting ini dan sampai Papua Barat merdeka!



Kontak Referensi:


Deewa Dela Cruz

Koordinator Sekretariat, Merdeka West Papua Support Network


Surya Anta Ginting

Juru Bicara, Indonesian People's Front for West Papua (FRI-WP)

+62 887-1398-302


Bergabunglah dengan kami dalam diskusi zoom pada 3 Desember tentang perjuangan penentuan nasib sendiri di Asia Tenggara!



Comments


bottom of page