Lihat terjemahan bahasa Indonesia di bawah ini
The Sorong Four: Riyanto Ruruk (Indonesian Christian University), Yosep Laurensius Syufi (Victory University Sorong), Manasye Baho (Muhammadiyah University Sorong), and Ethus Paulus Miwak Kareth (Muhammadiyah University Sorong) are Papuan students who were arrested without warrant in Sorong City, West Papua on September 18, 2019. They remain in prison until today.
All four were on their final semester in their respective universities. They were arrested for reportedly coordinating protest actions in the city during the West Papua uprising from August to September 2019 which condemned racism against Papuans and advocated for West Papua’s self-determination.
Similar to other West Papuan political prisoners, they were charged with treason based on Article 110 of Indonesia’s Criminal Code concerning acts with malicious intent against the State. Public prosecutors are currently seeking a sentence of 1 year and 4 months in jail for the defendants. The verdict of the Sorong District Court judge shall be heard on May 28, 2020.
We again invite supporters and human rights advocates to join the campaign to support Papuan political prisoners by echoing the urgent call to free all political prisoners who are victims of racism and injustice, and are now also at greater risk with the ongoing COVID19 pandemic.
We appeal to the Indonesian Government to free all political prisoners and to stop criminalizing dissent!
Bebaskan Sorong 4!
Sorong 4: Riyanto Ruruk (Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia), Yosep Laurensius Syufi (Mahasiswa Universitas Victory sorong), Manasye Baho (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sorong), dan Ethus Paulus Miwak Kareth (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sorong) adalah mahasiswa Papua yang ditangkap tanpa surat penangkapan di Kota Sorong, Papua Barat pada 18 September 2019. Mereka tetap di penjara sampai hari ini.
Keempatnya merupakan mahasiswa semester akhir di kampus masing-masing. Mereka ditangkap karena dilaporkan mengoordinasikan aksi protes di kota tersebut selama West Papua Uprising dari Agustus hingga September 2019 yang mengutuk rasisme terhadap orang Papua dan mengadvokasi penentuan nasib sendiri Papua Barat.
Mirip dengan tahanan politik Papua Barat lainnya, mereka didakwa dengan Pasal 110 KUHP Indonesia tentang permufakatan jahat melawan Negara (makar). Jaksa penuntut umum saat ini sedang mencari hukuman 1 tahun dan 4 bulan untuk para terdakwa. Putusan hakim Pengadilan Negeri Sorong akan dilaksanakan pada 28 Mei 2020.
Kami kembali mengundang para pendukung dan pembela hak asasi manusia untuk bergabung dalam kampanye untuk mendukung tahanan politik Papua dengan mengumandangkan seruan mendesak untuk membebaskan semua tahanan politik yang menjadi korban rasisme dan ketidakadilan, dan sekarang juga menghadapi risiko yang lebih besar dengan pandemi COVID19 yang sedang berlangsung.
Kami menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk membebaskan semua tahanan politik dan untuk menghentikan kriminalisasi perbedaan pendapat!
Comments