top of page
Search
  • Writer's pictureMerdeka Secretariat

Pernyataan: Kemerdekaan untuk Papua Barat!

Updated: Oct 9, 2020




Deklarasi Konferensi Study tentang Hak Penentuan Nasib Sendiri

dan Pembebasan Papua Barat

Kota Davao, Filipina | 26-27 Maret 2017


Kami, masyarakat adat, para pembela masyarakat adat, dan gerakan rakyat dengan ini bersatu mendukung hak rakyat Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri dan pembebasan. Kami menyerukan: Kemerdekaan untuk Rakyat Papua!

Perjuangan panjang dan terus-menerus dari rakyat Papua Barat jelas menunjukkan keputusan sukarela mereka untuk memperjuangkan penentuan nasib sendiri dan pembebasan. Mereka jelas dalam menuntut hak mereka untuk membentuk nasib sendiri dan memetakan jalan mereka sendiri menuju pembangunan, dalam menuntut pemisahan diri dari negara Indonesia yang menindas saat ini dan hak untuk membangun negara merdeka mereka.

Mereka adalah korban penindasan dan penaklukan nasional di tangan kelas penguasa Indonesia yang didukung AS yang meniadakan hak mereka untuk memisahkan diri berdasarkan “persatuan” yang menindas.

Kami mengutuk, menentang dan bersumpah untuk melawan penjajahan dan pendudukan Papua Barat, perampasan sumber daya Papua Barat, serta penindasan kejam dan genosida terhadap rakyat Papua Barat yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan dukungan dari Imperialisme AS.

Kolonisasi, pendudukan, penjarahan, penindasan dengan kekerasan, dan genosida tersebut sedang dijalankan melalui tentara Indonesia yang dipimpin oleh para jenderal korupnya. Hal ini semata- mata hanya melayani kepentingan dari kelas-kelas komprador-kapitalis dan tuan tanah besar yang berkuasa di Indonesia dan kapitalis monopoli AS yang menjarah cadangan emas dan tembaga Papua Barat yang sangat besar dan sumber daya alam lainnya.

Biarkan rakyat Papua Barat menentukan nasib mereka! Sejak dahulu kala, rakyat Papua Barat telah diabaikan haknya untuk menentukan nasib sendiri atas wilayah mereka, komunitas mereka dan sumber daya mereka.

Papua Barat dijajah oleh Belanda sejak tahun 1800. Sementara Indonesia telah mampu memaksa Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, namun Papua Barat tetap berada di bawah pemerintahan kolonial Belanda sampai tahun 1961.

Setelah mendeklarasikan kemerdekaan dari pemerintahan Belanda pada tahun 1961, Papua Barat diserang oleh militer Indonesia yang dipimpin oleh Jenderal Suharto pada tahun 1962 dan diserahkan oleh Belanda ke Indonesia pada tahun yang sama.

Pada tahun 1969, dalam referendum palsu, sebanyak 1.025 laki-laki dan perempuan yang dipilih oleh militer Indonesia memberikan dukungan atas pilihan integrasi dengan Indonesia.

Sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2009 oleh Institut Sejarah Belanda di Den Haag mengungkapkan bahwa Belanda secara diam-diam mengakui "permulaan dari pembentukan negara Papua," tetapi digertak oleh pemerintahan Presiden AS John F. Kennedy yang pada titik kritis untuk "sementara" menerima kontrol Indonesia atas apa yang disebut penasihat Gedung Putih sebagai "beberapa ribu mil tanah kanibal."

Papua Barat adalah provinsi yang paling termiliterisasi yang diklaim oleh Indonesia. Militer Indonesia yang dilatih AS terus menerus ditambah jumlahnya pada wilayah tersebut. Peningkatan terutama terjadi setelah jatuhnya mantan Presiden Indonesia Soeharto pada tahun 1998. Pada 2012, rasio antara pasukan negara dan penduduk adalah 1:99 [1].


Dalam rangka meredam tuntutan pemisahan diri rakyat Papua Barat, pemerintah Indonesia memberikan wilayah "otonomi khusus" di atas kertas. Namun di saat yang sama pemerintah Indonesia juga melanjutkan pembagian wilayah itu sebagai bukti niatnya mempertahankan dominasinya terhadap tanah Papua Barat dengan cara apapun. Meskipun upaya-upaya dilakukan untuk menjadikan Papua Barat seakan-akan menikmati otonomi, namun jelas bahwa wilayah tersebut berada di bawah pendudukan Indonesia.


Penjarahan sumber daya alam Papua Barat harus dihentikan! Sumber daya alam negeri harus menguntungkan rakyat Papua di atas siapapun, bukan kelas penguasa Indonesia dan bukan kapitalis monopoli AS dan negara-negara lain.

Sumber daya alam Papua Barat dijarah melalui operasi pertambangan dan penjarahan hutan serta perkebunan biofuel. Freeport AS dan Rio Tinto dari Australia memimpin operasi penambangan, Jepang memimpin operasi penebangan kayu, dan AS dan Jepang memimpin dalam ekstraksi gas alam cair. Kapital komprador-besar dan tuan tanah Indonesia mempromosikan perkebunan.

Freeport adalah tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang bernilai lebih dari US$100 miliar, dan satu-satunya sumber pendapatan terbesar pemerintah Indonesia. Papua Barat adalah daerah terbesar kelima yang berkontribusi terhadap PDB Indonesia dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di negara itu.

Eksploitasi kolonial dan perampasan sumber daya alam Papua Barat telah berlangsung dan semakin memburuk sejak Belanda menjarah tanah Papua Barat. Naiknya Suharto ke tampuk kekuasaan telah memperdalam perampasan atas Papua Barat oleh AS yang (menurut wartawan progresif John Pilger) dibenarkan dalam Konferensi Jenewa 1967 yang dihadiri oleh Berkeley Boys dan pejabat bisnis besar Suharto [2]. Perpajakan dari kebijakan ekonomi neoliberal semakin memperburuk penjarahan ini.


Penindasan yang kejam terhadap rakyat Papua Barat dan genosida terhadap penduduk asli Papua Barat yang ditimbulkan oleh kelas-kelas penguasa Indonesia melalui pemerintah dan militer Indonesia harus dihentikan! Tindakan- tindakan ini mendukung penjarahan sumber daya alam Papua Barat dalam konteks kolonisasi dan pendudukan negara!

Catatan menunjukkan bahwa pemerintah dan militer Indonesia telah melakukan pembantaian, pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan terhadap rakyat Papua Barat. Dengan mensponsori transmigrasi orang Indonesia ke wilayah tersebut, pemerintah Indonesia menunjukkan bahwa mereka menghendaki punahnya penduduk asli Papua Barat. Pemerintah juga melembagakan rasisme terhadap rakyat Papua Barat

Pada periode 1965-1998, setidaknya 100.000 rakyat Papua Barat dibunuh atau hilang. Gubernur yang ditunjuk Indonesia untuk Irian Barat saat itu memperkirakan bahwa sejak 1963, lebih dari 30.000 rakyat Papua Barat telah dibunuh oleh militer Indonesia. Tahun 1977-1978 menandai tonggak sejarah dalam pembantaian di mana lebih dari 10.000 tewas dibunuh di Pegunungan Tengah Papua Barat selama operasi militer, menurut laporan Komisi Hak Asasi Manusia Asia [3].

Pada 25 April-2 Mei 2016 saja, setidaknya 1.783 warga Papua Barat menjadi sasaran penangkapan ilegal, sementara 1.269 juga ditangkap secara ilegal pada 10-15 Juni 2016. Teror disebarluaskan secara sistematis. Pelanggaran atas hak asasi manusia dibiarkan tanpa penegakan hukum. Pelaksanaan kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai dianggap sebagai kejahatan dan bahkan tindakan teroris. Laporan yang menguak kondisi sebenarnya di Papua Barat langsung dihambat. Wartawan lokal dan asing sangat dikontrol, meskipun punya kesempatan untuk bisa masuk ke wilayah Papua Barat.

Di bawah penjajahan dan pendudukan Indonesia yang didukung AS, orang- orang Papua Barat adalah orang-orang yang dimiskinkan, ditindas dan dipinggirkan di tanah mereka sendiri.

Meskipun sumber daya alam Papua sangat besar dan keuntungan besar dikantongi oleh kapitalis asing dan lokal besar serta tuan tanah, namun tingkat kemiskinan di daerah ini mencapai 31 persen pada 2012, lebih dari dua kali lipat dari rata-rata nasional 12 persen. Tingkat buta huruf meningkat dan telah mencapai 35 persen pada tahun 2011, sangat jauh dari rata-rata nasional yang hanya 2 persen. Pemenuhan layanan dasar kesehatan diabaikan di Papua Barat. [4]


Sebagaimana di seluruh provinsi Papua, pengangguran bertambah dan hanya 17 persen dari angkatan kerja yang memiliki pekerjaan tetap, 45 persen bekerja paruh waktu atau wiraswasta, dan sisanya adalah pengangguran atau bekerja tanpa dibayar. Penduduk asli Papua merupakan bagian terbesar dari pengangguran, karena migran mendapatkan lebih dari 90 persen dari semua pekerjaan di bidang perdagangan dan sebagian besar pekerjaan di bidang manufaktur. [5]

Hutan subur Papua Barat yang berkembang semakin gundul, sungai dan lautnya semakin tercemar, dan banyak hewan yang hidup di wilayah ini semakin diburu hingga punah.

Dalam menghadapi penjajahan, pendudukan, penjarahan, represi berat dan genosida, rakyat Papua secara gagah berani mengobarkan perjuangan mereka untuk pembebasan dan penentuan nasib sendiri.

Rakyat Papua Barat meneruskan dan mengintensifkan perjuangan mereka untuk penentuan nasib sendiri dan pembebasan. Pada tahun 1965, Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Gerakan Papua Merdeka dibentuk sebagai sayap militer dari Papua Nugini Raad (Dewan)—sebuah pemerintah rakyat Papua Barat yang dibentuk pada tahun 1961. Pada tahun 2000, Presidium Dewan Papua dibentuk setelah kejatuhan Soeharto dan perkembangan positif dalam perjuangan rakyat di Aceh, Timor Timur dan Timor Barat, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat.

Pada tahun 2015, untuk pertama kalinya, sebuah koalisi kelompok nasionalis Papua Barat diberikan pengakuan diplomatik untuk dimasukkan ke dalam pengelompokan regional negeri-negeri Melanesia, ketika Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat diberikan status pengamat oleh Melanesian Spearhead Group. Langkah ini diharapkan dapat menguak pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di Papua Barat dan membuka pintu untuk pembicaraan damai [6].


Rakyat Papua Barat dan perjuangan mereka untuk penentuan nasib sendiri dan pembebasan patut mendapatkan solidaritas dan dukungan dari masyarakat adat dan seluruh rakyat tertindas di dunia. Mereka berjuang melawan imperialisme AS dan kelas-kelas penguasa lokal sekutunya—para musuh utama seluruh bangsa di dunia.

Kami menyadari bahwa dalam mencapai penentuan nasib sendiri dan pembebasan Papua Barat, yang terpenting dan menentukan adalah perjuangan militan rakyat Papua Barat di tanah air mereka sendiri, sedangkan solidaritas internasional merupakan sekunder dan memainkan peranan pendukung.


Kami juga menyadari pentingnya gerakan rakyat nasional di Indonesia dalam mendukung perjuangan penentuan nasib sendiri dan pembebasan Papua Barat, termasuk upaya untuk membangun persatuan dan solidaritas di antara rakyat dan kelompok yang ditindas dan dihisap di Indonesia demi tujuan tersebut.

Kami yakin bahwa gerakan rakyat di Indonesia akan menentang dan melawan penindasan, hak istimewa dan rasisme Indonesia terhadap Papua Barat. Kami yakin bahwa kawan-kawan Indonesia akan menolak dan berjuang melawan "persatuan nasional" ala kelas penguasa Indonesia, yang berfungsi sebagai kedok penindasan dan penaklukan nasional Papua Barat.

Kami menjunjung tinggi dan merayakan persatuan dan sinergi antara perjuangan rakyat Papua Barat untuk penentuan nasib sendiri dan perjuangan rakyat Indonesia untuk pembebasan dan demokrasi nasional. Keduanya berjuang melawan musuh bersama dan perjuangan mereka saling menguatkan.

Pada saat yang sama, kami mengakui hak rakyat Papua Barat untuk memilih otonomi atau federasi daerah di negara Indonesia yang tidak menindas di masa depan, ketika gerakan rakyat di Indonesia menang dalam perjuangannya untuk pembebasan nasional dan sosial.

Untuk memajukan tujuan penentuan nasib sendiri dan pembebasan dan rakyat Papua Barat, kami bersumpah untuk melakukan tekanan politik guna membantu memperkuat perjuangan rakyat Papua Barat dan mendelegitimasi Indonesia sebagai kekuatan kolonial dan pendudukan yang didukung oleh imperialisme AS. Secara khusus, kami berikrar untuk:

  1. Mengakhiri pembungkaman atas kenyataan penindasan di Papua Barat dan menyebarkan informasi dan pendidikan tentang nasib rakyat Papua Barat dan perjuangan mereka demi penentuan nasib sendiri dan pembebasan.

  2. Membongkar kejahatan dan mempermalukan perusahaan-perusahaan terbesar yang beroperasi di Papua Barat yang juga bertanggung jawab atas perampasan sumber daya wilayah tersebut dan penindasan terhadap rakyat Papua Barat.

  3. Membongkar penindasan yang kejam, pelanggaran HAM yang meluas, dan genosida yang dilakukan terhadap rakyat Papua Barat.

  4. Membangun Merdeka West Papua Support Network (Jaringan Dukungan untuk Papua Barat) yang akan berfungsi sebagai jaringan koordinasi kampanye global yang akan terhubung dengan kelompok pendukung Papua Barat yang ada di berbagai negara atau membantu membangun Komite Dukungan Papua Merdeka dimana mereka belum ada.

  5. Membantu mempertemukan pengungsi (exile) dari Papua Barat untuk berkampanye demi pembebasan dan penentuan nasib sendiri negara asalnya.

  6. Membawa seruan kami kepada pemerintah Indonesia, pemerintah-pemerintah lain, aliansi-aliansi internasional, dan mimbar-mimbar internasional lainnya yang relevan.

  7. Menetapkan tanggal 1 Desember sebagai Hari Kemerdekaan Papua Barat, 1 Mei, 1 Juli, dan tanggal-tanggal lain yang relevan dengan perjuangan rakyat Papua Barat dengan mengadakan berbagai kegiatan pada hari itu atau yang dekat dengan tanggal-tanggal tersebut.


Kami dipersatukan dalam menuntut seruan-seruan kami:

Kemerdekaan untuk Papua Barat!

Berjuang untuk penentuan nasib sendiri dan pembebasan

bagi rakyat Papua Barat!

Imperialisme AS, keluar dari Papua Barat! Indonesia,

Keluar dari Papua Barat!

Akhiri penjajahan, pendudukan, penindasan kejam

dan genosida di Papua Barat!

Jayalah Rakyat Papua Barat!

Jayalah Masyarakat adat dan Rakyat yang Tertindas di Dunia!

Hancurkan imperialisme AS dan semua kaum reaksioner!


 

Referensi: [1] Made Supriatma, “Indonesian Security Forces in West Papua (Part 1),” West Papua Report, December 2014 in East Timor Action Network (ETAN). http://etan.org/issues/wpapua/2014/1412wpap.htm#_ftn1

[2] John Pilger, “Free the forgotten bird of paradise,” John Pilger.com, 12 November 2009. http://johnpilger.com/ articles/free-the-forgotten-bird-of- paradise

[3] Asian Human Rights Commission and International Coalition for Papua, The Neglected Genocide: Human rights abuses against Papuans in the Central Highlands, 1977-1978, 2013.

[4] Jim Elmslie, “Economic and social indicators in West Papua,” Pacific Institute of Public Policy, 19 June 2013. http://pacificpolicy.org/2013/06/ economic-and-social-indicators-in-west-papua/

[5] Keerom, “Tackling indigenous unemployment in Indonesia’s Papua,” IRIN, 04 December 2013. http:// www.irinnews.org/report/99267/tackling- indigenous-unemployment-indonesia%E2%80%99s-papua

[6] Liam Fox, “West Papua formally recognised by Melanesia group,” ABC News Australia, 26 June 2015. http:// www.abc.net.au/news/2015-06-26/ west-papua-formally-recognised-by-melanesia-group/6576912

bottom of page